Konflik Antara TNI dan
POLRI Menurut Pandangan Agama Buddha
Pendahuluan
Di dalam suatu kelompok pasti selalu ada
perselisihan, baik antar anggota maupun dengan kelompok lain. Dan fenomena ini selalu terjadi di dalam kehidupan
bermasyarakat. Fenomena ini bisa terjadi karena adanya kesalah pahaman, maupun
ketidaksamaan pendapat dan tujuan antar individu, mapun dengan kelompok lain.
Fenomena seperti ini di sebut sebagai konflik.
Dengan kata lain konflik adalah suatu keadaan
dimana individu antara individu, kelompok dengan kelompok lain, yang tidak
memiliki pendapat dan tujuan yang sama. Yang mengakibatkan suatu kesalah
pahaman yang berujung pada suatu tindakan yang bersirfat menyinggung perasaan
dan kekerasan.
Banyaknya konflik yang ada tersebut hingga
sampai kepada ABRI yang seharusnya mereka bekerja untuk negara serta diberikan
kekuasaan. Ini tidak sesuai dengan bangsa Indonesia yang ramah dan gotong
royongnya tinggi. Penanganan konflik terkait dengan kapasitas seseorang yang
memberi pengarahan agar konflik bisa berhenti atau mampu mengendalikan konflik,
dan mencari solusi yang paling baik. Sesorang harus memiliki Kemampuan yang
diperlukan dalam rangka penanganan konflik ini. Dan Bagaimana agama Buddha
memandang konflik tersebut?
PEMBAHASAN
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua
orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha
menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan
ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan
tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan,
adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri
individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam
setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami
konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya
akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik
dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang
terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak
sempurna dapat menciptakan konflik.
Definisi Konflik
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
1.
Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977),
konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai
keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan
pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2.
Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain
dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan
konflik. Hal ini terjadi jika masing - masing komponen organisasi memiliki
kepentingan atau tujuan sendiri - sendiri dan tidak bekerja sama satu sama
lain.
3.
Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam
organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok.
Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum
konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan
bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi
kenyataan.
4.
Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan
bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal,
kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama
pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5.
Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi
merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan
dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6.
Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak
simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap
konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah
atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7.
Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara
individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa
alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua
atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules,
1994:249).
8.
Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan
melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9.
Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab
utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan,
keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat
(Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10. Interaksi
yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak
dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda
(Devito, 1995:381)
Jenis Jenis Konflik
Terdapat berbagai macam jenis konflik,
tergantung pada dasar yang digunakan untuk membuat klasifikasi. Ada yang
membagi konflik atas dasar fungsinya, ada pembagian atas dasar pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik, dan sebagainya.
a.
Konflik Dilihat dari Fungsi
Berdasarkan fungsinya, Robbins (1996:430)
membagi konflik menjadi dua macam, yaitu: konflik fungsional (Functional Conflict) dan konflik
disfungsional (Dysfunctional Conflict).
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok,
dan memperbaiki kinerja kelompok. Sedangkan konflik disfungsional adalah
konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Menurut Robbins, batas yang menentukan apakah
suatu konflik fungsional atau disfungsional sering tidak tegas (kabur). Suatu
konflik mungkin fungsional bagi suatu kelompok, tetapi tidak fungsional bagi
kelompok yang lain. Begitu pula, konflik dapat fungsional pada waktu tertentu,
tetapi tidak fungsional di waktu yang lain. Kriteria yang membedakan apakah
suatu konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut
terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut
dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu,
maka konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik
tersebut hanya memuaskan individu saja, tetapi menurunkan kinerja kelompok maka
konflik tersebut disfungsional.
b.
Konflik Dilihat dari Pihak yang Terlibat di
Dalamnya
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat di
dalam konflik, Stoner dan Freeman (1989:393) membagi konflik menjadi enam
macam, yaitu:
1)
Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang
harus memilih tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang
melebihi batas kemampuannya.
2)
Konflik antar-individu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personality differences) antara individu
yang satu dengan individu yang lain.
3)
Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups).
Terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma - norma kelompok
tempat ia bekerja.
4)
Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama
(conflict among groups in the same
organization). Konflik ini terjadi karena masing - masing kelompok memiliki
tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
5)
Konflik antar organisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan
yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi
lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumberdaya yang sama.
6)
Konflik antar individu dalam organisasi yang
berbeda (conflict among individuals in
different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku
dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi
yang lain. Misalnya, seorang manajer public relations yang menyatakan keberatan
atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
c.
Konflik Dilihat dari Posisi Seseorang dalam
Struktur Organisasi
Winardi (1992:174) membagi konflik menjadi
empat macam, dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Keempat
jenis konflik tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi
antara karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam organisasi.
Misalnya, antara atasan dan bawahan.
2)
Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjandi
antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setingkat dalam
organisasi. Misalnya, konflik antar karyawan, atau antar departemen yang
setingkat.
3)
Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi
antara karyawan lini yang biasanya memegang posisi komando, dengan pejabat staf
yang biasanya berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
4)
Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena
seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan..
Penyebab Konflik
·
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan
pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik.
Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu
dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu
perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena
berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
·
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk
pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh
dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian
yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu konflik.
·
Perbedaan kepentingan antara individu atau
kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun
latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam
hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan
budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan
tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai
penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha
kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang
dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian
dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada
perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga
akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan
kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan
individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi
karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah
yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk
dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
·
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak
dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar
terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak,
perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada
masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan
memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional
yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai
masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri.
Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat
kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya
penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan
kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Contoh Konflik
Joni Effendi, warga Lampung, dan
disebut-sebut oknum anggota TNI tewas dihakimi massa di depan Pasar Koga,
Bandar Lampung, setelah membawa lari tas
milik pegawai Bank BTPN, Sabtu lalu. Sebelum dihakimi massa, Joni terlibat baku
tembak dengan Brigadir Wildan F, anggota Reserse Kriminal Polresta Bandar
Lampung. Kasus ini, murni adalah kasus kriminal, sehingga potensi konflik yang
akan berkembang mudah dielakkan.
Akan tetapi, ketika terjadi penembakan
terhadap seorang anggota TNI oleh anggota kepolisian hingga mengakibatkan
Korban tewas, maka ada kemungkinan muncul konflik baru karena penyebab
peristiwa tersebut tidak mengindikasikan peristiwa kriminal.
Apresiasi mungkin layak ditujukan kepada
aparat Tentara Nasional Indonesia di Ogan Komering Ulu dengan mengamankan
kawasan sekitar Polres OKU dari kemungkinan aksi lain yang akan timbul.
Persoalan konflik, bentrok, keributan, atau
apapun istilahnya antara oknum anggota Tentara Nasional Indonesia dengan oknum
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
sebenarnya bukan kali ini saja terjadi.
Pada tahun 2012 lalu, sempat pula terjadi
bentrok antar anggota Brigade Mobil atau Brimob dengan Prajurit Kostrad di
Gorontalo. Dalam peristiwa itu satu anggota TNI tewas.
Pada tahun 2008, ada bentrok antar anggota TNI
dan anggota POLRI di Masohi, Maluku.
Peristiwa ini disebut bentrok karena sejumlah oknum anggota TNI disebut
sempat membawa peralatan semi berat peluncur Granat untuk berhadapan dengan aparat kepolisian setempat. Dalam
bentrok itu, 2 anggota Polisi dan seorang anggota TNI tewas.
Menurut catatan KONTRAS yang dirilis 2012,
terjadi 26 kali bentrok TNI-Polri yang menewaskan 11 orang, tujuh dari Polri
dan empat dari TNI. 47 Aparat dari dua institusi itu juga luka-luka. Pimpinan
Polri maupun TNI selalu menyebut peristiwa itu melibatkan oknum dan bukan
institusi. Memang ketika ditelisik,
teryata penyebab konflik atau bentrok atau keributan antara oknum anggota Polri
dan TNI bukan disebabkan masalah substansial.
Di Masohi tahun 2008, disebabkan kasus Kamar Kos, di OKU, disebut hanya
karena soal ejek-mengejek, hal serupa juga terjadi dalam konflik di Gorontalo.
Cara Menanggani Konflik dalam Upakkilesa Sutta
Penerapan Upakkilesa
Sutta Dalam Mengatasi Perselisihan Antar Anggota TNI dan POLRI di
Indonesia, antara lain :
- Tindakkan Penuh Cinta Kasih
Apabila segala tindakan Anggota TNI dan POLRI
penuh cinta kasih antar sesama dan dapat memperetahankannya baik secara terbuka
maupun secara pribadi maka kehidupan diantara mereka akan terwujud kehidupan
yang harmonis. Para ABRI hendaknya meneladani kehidupan para Bhikkhu yang ada
di dalam Upakkilesa Sutta. Para
Bhikkhu dalam Upakkilesa kehidupannya selalu harmonis karena tindakannya penuh
cinta kasih antar Bhikkhu.
- Mendahulukan Kepentingan Bersama
Dalam Upakkilesa
Sutta, para Bhikkhu mengesampingkan apa yang ingin dilakukan dan melakukan
apa yang ingin dilakukan oleh Bhikkhu lain. hal tersebut sangatlah baik apabila
Anggota TNI dan POLRI dapat menerapkannya. Kepentingan bersama haruslah di
dahulukan dan setelah itu barulah kepentingan pribadi dilakukannya. Hal
tersebut akan membuat perselisihan di antara ABRI tidak akan muncul.
- Saling Menghargai
Kehidupan para Bhikkhu sangatlah harmonis
karena di antara mereka saling menghargai satu dengan yang lain. Apabila
diantara Bhikkhu ada yang melakukan pelanggaran maka Bhikkhu yang mengetahui
akan menegurnya, dan Bhikkhu yang melakukan pelanggaran akan memperbaiki
kesalahannya. Bhikkhu junior apabila bertemu dengan Bhikkhu senior maka Bhikkhu
junior bersikap Anjali (merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada) di
depan Bhikkhu senior. Berdasarkan hal tersebut maka kehidupan yang harmonis
akan terwujud. Perselisihan antar ABRI tidak akan muncul jika kehidupan mereka
seperti kehidupan para Bhikkhu dala Upakkilesa
Sutta yang saling menghargai satu dengan yang lain.
- Menyatu Bagaikan Susu Dengan Air
Kehidupan para Bhikkhu di dalam Upakkilesa Sutta sangatlah terjaga
keharmonisannya. Para Bhikkhu saling menghargai dan tanpa perselisihan, mereka
memandang satu sama lain dengan mata yang ramah. Mereka berdiam dengan rajin,
gigih dan mantap. Para Bhikkhu tersebut menyatu bagaikan susu dengan air.
Keharmonisan antar Anggota TNI dan POLRI akan terwujud apabila diantara mereka
dapat memandang satu sama lain dengan mata yang ramah. Meskipun ABRI berbeda
suku dan jenis kelamin, namun apabila di antara mereka dapat memandang satu
sama lain dengan mata yang ramah, saling menyapa dan senyum, mereka menyatu
bagaikan susu dengan air.
Penutup
Abdi Negara yang bekerja seharusnya bisa
menjalankan apa yang telah diajarkan oleh Sang Buddha Sebagaimana dalam Upakkilesa Sutta. Tindakkan Penuh Cinta
Kasih, Mendahulukan Kepentingan
Bersama, Saling Menghargai, dan Menyatu Bagaikan Susu Dengan Air. Keharmonisan antar ABRI dapat
terwujud apabila antar ABRI dapat bertindak dengan penuh cinta kasih. Apabila
tindakan ABRI penuh dengan cinta kasih, maka konflik dan perselisihan tidak
akan timbul. ABRI mengesampingkan apa yang ingin dilakukan dan melakukan apa
yang ingin dilakukan bersama. Kepentingan pribadi dilakukan setelah selesai
melakukan kepentingan bersama maka akan terwujud keharmonisan antar ABRI. Antar
ABRI saling menghargai dan dapat memandang satu sama lain dengan mata yang
ramah. Serta keharmonisan antar ABRI dapat terwujud jika antar ABRI mempunyai
rasa ingin bersatu.
Sumber :
Bhikkhu Nanamoli dan Bhikkhu Bodhi. 2008.
Majjhima Nikaya. (diterjemahkan dari judul asli The Middle Length Discourses of
the Buddha oleh Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati & Endang
Widyawati, S.Pd.) Klaten: Wisma Sambodhi.
Raipeza. 2010. Makalah Definisi, Teori,
Penyebab, Akibat, serta Contoh Konflik. (online) http://raipeza24.blogspot.com/2010/11/makalah-definisi-teori-penyebab-akibat.html
diakses tanggal 17 November 2014
Widhei, K. 2014. Bentrok TNI dan POLRI
berulang Kembali. (online) http://www.rri.co.id/batam/post/editorial/72/editorial/bentrok_tni_vs_polri_berulang_kembali.html
diakses tanggal 18 November 2014
Yuan. 2013. Konflik. (online) http://yuandarussalam.blogspot.com/2013/10/makalah-konflik.html
diakses tanggal 18 November 2014
Wijaya. 2013. Pengertian dan Teori Konflik
Sosial. (Online) http://jeckprodeswijaya.blogspot.com/2013/11/pengertian-dan-teori-konflik-sosial.html
diakses tanggal 19 November 2014
Carideny. 2012. Jenis-jenis Konflik. (Online)
http://carideny.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-konflik-penyebab-konlik.html
diakses tanggal 20 November 2014
0 komentar:
Posting Komentar